Kamis, 26 November 2009

Guru Dituntut Perbaiki Kinerja

Jakarta, Kompas - Guru-guru yang sudah lolos sertifikasi dinilai belum menunjukkan peningkatan kompetensi dan profesionalisme. Jika guru tidak mengubah pola kerjanya, proses pembelajaran tidak akan bisa bertambah baik meskipun kurikulum diperbaiki.
Untuk itu, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo, Selasa (24/11), mengingatkan guru untuk introspeksi diri apakah sudah menjalankan tugasnya secara profesional. PGRI menilai isu profesionalisme guru ini harus mendapat perhatian serius karena tidak akan pernah ada pendidikan yang bermutu jika kualitas gurunya tidak bermutu.
”Guru harus terus didorong untuk mengembangkan profesionalismenya,” kata Sulistiyo.
Pernyataan senada juga ditekankan salah satu Ketua PB PGRI Sugito pada saat dengar pendapat dengan Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas serta Direktur Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama di Jakarta. ”Kami mimpi semua guru bisa mengikuti pendidikan dan pelatihan sehingga kualitasnya bisa meningkat sesuai dengan yang diharapkan,” ujar Sugito.
Salah satu cara meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru, kata Sugito, adalah dengan memberikan pelatihan secara rutin, paling tidak setiap lima tahun sekali, untuk setiap guru. Pelatihan ini dinilai sangat penting agar guru dapat mengikuti dan mengetahui perkembangan pengetahuan terbaru.
”Saya kira tidak akan terlalu besar anggarannya. Ini penting supaya guru mendapatkan sesuatu yang baru,” kata Sugito.
Pemerintah daerah
Tanggung jawab peningkatan kualitas dan profesionalisme guru ini bukan hanya di pundak pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah sesuai dengan era otonomi daerah. Sulistiyo dan Sugito mengingatkan pemerintah daerah untuk memaksimalkan peruntukan anggaran pendidikan 20 persen bagi kegiatan pendidikan, bukan hanya untuk membayar gaji guru.
”Saat ini sebagian besar anggaran pendidikan masih untuk membayar gaji guru,” kata Sulistiyo yang juga Ketua Komite III DPD RI itu.
Untuk memperjelas penggunaan anggaran pendidikan 20 persen, Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas Baedhowi menilai perlu ada pedoman perhitungan anggaran pendidikan dalam APBD untuk pemerintah daerah agar tidak tumpang tindih dengan APBN. ”Kami sudah minta ke Departemen Keuangan karena ini kewenangan mereka,” ujarnya.
Namun sebenarnya yang lebih penting, kata Baedhowi, adalah pemberdayaan pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan penyelenggaraan pelatihan-pelatihan.
Keprihatinan pada nasib guru—terutama guru non-PNS— dan sertifikasi guru yang tidak menunjukkan peningkatan kualitas pendidikan beberapa kali diungkapkan anggota-anggota Komite III DPD RI.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Mohammad Ali membenarkan adanya kesan bahwa pemerintah seolah-olah lebih mengutamakan peningkatan kesejahteraan guru dibandingkan peningkatan kualitas guru dan pendidikan. Ini terjadi karena pemerintah seolah-olah sedang ”kejar tayang”. ”Kita ingin semua guru sudah disertifikasi pada tahun 2014,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar